Sastrawan Ahmad Tohari Bantu Pencetakan Buku KH Fuad Hasyim
Ahmad Tohari (tengah) bersama penulis (kiri) dan Ketua PC IPNU Jakarta Pusat Muhammad Ammar di Stasiun Gambir, Jumat (29/6) malam. |
KH Fuad Hasyim dikenal sebagai seorang singa podium. Sejak usia 18 tahun, ia sudah tampil berceramah. Tak hanya itu, Kiai Fuad juga pandai menulis syair. Salah satu syairnya yang terkenal adalah Ramadhan Suci yang dinyanyikan oleh kelompok kasidah yang dibentuknya pada tahun 1970-an.
Selain menulis syair, Kiai Fuad juga menulis kisah-kisah sufi. Catatannya yang berlembar-lembar itu ia serahkan ke Sastrawan Ahmad Tohari ketika ia mengunjungi rumahnya di Banyumas, Jawa Tengah, pada sekitar tahun 2000-an.
“Saat itu, beliau sudah pakai kruk (penyangga kaki waktu berjalan),” kisah penulis novel Ronggeng Dukuh Paruk itu kepada penulis saat menemuinya di Stasiun Gambir pada Jumat (29/6) malam.
Setelah ia terima, ia minta Agus Mu’thi untuk dapat memindahkan catatan tersebut menjadi bentuk file di komputer guna memudahkan pencetakan. Lalu, barulah tulisan tersebut naik cetak melalui penerbit Pustaka Pesantrenpada tahun 2004 dengan judul Butir-butir Hikmah Sufi.
Buku yang terbit menjadi tiga jilid itu berisi cerita-cerita yang sangat pendek, tetapi sarat akan nilai-nilai moral dan kebijaksanaan. Kita tidak perlu keseriusan yang berarti dalam membacanya. Sebab, buku tersebut juga mengandung lelucon yang bakal mengocok perut pembacanya dengan tanpa kehilangan kandungan nilai-nilainya.
Sayangnya, sang penulis tidak dapat melihat hasil karyanya dalam bentuk cetak itu. Pasalnya, sebelum proses pencetakan itu rampung, Kiai Fuad mengembuskan nafas terakhirnya lebih dulu pada 12 Juli 2004.
Sebelumnya, pada sekitar tahun 1960-an dalam acara NU, Ahmad Tohari kali pertama bertemu dengan sosok kiai yang ia kagumi itu. Dengan pakaian ala tentara angkatan laut, Kiai Fuad dengan gagah tampil berceramah di dekat rumahnya. Padahal saat itu, katanya, Kiai Fuad masih berusia 19 tahun.
Penerima penghargaan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan atas novel pertamanya yang berjudul Kubah itu bercerita, bersama temannya, ia menyiapkan panggung untuk dinaiki sang singa podium itu.
(Syakir NF)