Raya Kupat, Ajang Silaturahim Kiai Buntet dan Masyarakat
Sumber: NU Online |
Pondok Buntet Pesantren memiliki tradisi Hari Raya Ketupat yang jatuh pada seminggu setelah Hari Raya Idul Fitri. Setidaknya, ada dua alasan digelarnya perayaan pada tanggal 8 Syawal tersebut.
Pertama sebagai apresiasi bagi masyarakat yang telah berpuasa selama enam hari di bulan Syawal.
“Sebagai bentuk apresiasi masyarakat Buntet yang biasa berpuasa setelah lebaran,” kata KH Adib Rofiuddin, Ketua Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Buntet Pesantren kepada Media Buntet Pesantren, Kamis (22/6).
Selain itu, silaturahim menjadi alasan kedua pelaksanaan kegiatan tersebut. “Ajang silaturahim para masyayikh dengan masyarakat di sekitar,” lanjut Kiai Adib.
Pasalnya, kata Kiai Adib, dulu Mbah KH Abdul Jamil mengatur agar para wali santri yang umumnya berasal dari masyarakat sekitar untuk bertamu di hari yang sama, yakni tanggal 8 Syawal tersebut. Sebab, di enam hari setelah lebaran, masyarakat masih banyak ang berpuasa.
Sementara itu, ketupat tersebut dibuat oleh mereka yang berpuasa sehingga memiliki nilai spiritualitas sendiri. “Yang bikin ketupatnya itu orang puasa,” pungkas Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.
(Syakir NF)