Santri Buntet Ini Mudik Bersepeda Ontel
Abdul Mutholib |
Abdul Mutholib kelimpahan berkah sepanjang perjalanan pulangnya. Pasalnya, ia mudik dengan cara tak lazim. Santri Pondok Syubbaniyah Islamiyah Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat itu pulang ke rumanya di Dukuh Krupuk, Desa Kenanga, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, menggunakan sepeda ontel pada Jumat (8/6).
“Sudah dua kali ini ia pulang memakai sepeda onthel. Tapi, baru kali ini ia pulang memakai sepeda saat bulan Ramadhan,” ujar Ahmad Irsyad Al-Faruq, salah satu pengajar pondok.
Keberkahan pertama datang saat dihadang gerombolan pemuda ketika ia sudah memasuki kota tempat tinggalnya. Mulanya, ia khawatir dan cukup tegang melihat hal itu. Tetapi ia memaksa untuk meneruskan perjalanannya. Pikiran negatif hilang, manakala ia tahu jika salah satu pemuda di antaranya adalah kepala desa setempat. Ia malah diajak mampir ke rumahnya.
Kepala desa itu menanyakan perjalannya setelah melewati Kecamatan Kapetakan. Sebab, wilayah tersebut sedang rawan konflik mengingat beberapa malam terakhir terjadi ketegangan, tawuran, antarwarga Kapetakan dan Suranenggala.
Ia juga mendapat banyak pengalaman yang dikisahkan oleh seorang alumni Pondok Pesantren Kempek, Cirebon, saat ia tengah istirahat. Ia mengaku diceritakan banyak hal oleh santri yang menjadi tukang becak motor itu.
Keberkahan lainnya, Abdul, sapaan akrabnya, mendapat uang 15 ribu dari seorang pemuda. Mulanya ia menolak. Tetapi karena merasa tidak enak melihat pemuda tersebut memaksa, akhirnya ia menerimanya. Selain itu, ia juga menerima uang 50 ribu dari seorang pengemudi mobil berplat B yang menghentikannya saat melewati Bundaran Mangga, Indramayu. Ia pun mendapatkan makan dan minum setelah membantu seseorang yang kemalingan.
Santri yang telah menghabiskan waktu lima tahun tinggal di Buntet Pesantren itu merasakan betul berkahnya NU. Pasalnya, ia sengaja memasang bendera Merah Putih dan bendera NU di bagian belakang sepedanya.
“Berkah bawa-bawa bendera NU. Bener, aja watir kelaperanjadi santri NU (jangan khawatir kelaparan menjadi santri NU). Balik jeh olie mekaya (pulang-pulang kok dapetnya uang dan rizki),” ujarnya kepada keluarga pondok sembari tertawa setelah sampai di rumahnya dengan waktu tempuh sekitar lima jam itu.
Sebelumnya, Abdul pernah pulang menggunakan sepeda dari pondok selepas maghrib. Ia sampai di rumahnya sekitar pukul 12 malam. Namun, peristiwa menyeramkan yang dialaminya menghentikan rencana ke depannya untuk kembali pulang malam. Hal itu membuatnya memilih pulang siang.
Selepas shalat Jumat, pukul 13.00 WIB, dengan berpakaian ala santri, siswa kelas 3 SMK NU Mekanika itu mulai perjalanan panjangnya dengan dilepas secara langsung oleh salah satu pengasuh Pondok Syubbaniyah Islamiyah, H Attabik Humaini. Kardus berisi kitab, buku, dan barang bawaannya mengisi jok belakang.
Abdul memilih menjadi penghuni terakhir pondok pada Ramadhan kali ini. Ia merasa punya tanggung jawab untuk memastikan keadaan pondok sudah rapi dan aman mengingat jabatannya sebagai ketua pondok.
Sepanjang jalan, Abdul menjadi pusat perhatian. Acungan jempol, hormat, hingga rekaman video melalui ponsel menjadi hal yang ia dapatkan.
Cuaca panas dan perih perut yang tak tertahankan memaksanya mengisi energi demi sampai ke tempat tinggalnya. Hal ini ia lakukan saat tiba di Kecamatan Suranenggala, Kabupaten Cirebon.
(Syakir NF)