Boikot Produk McDonald’s Indonesia, Fenomena Bisyaroh Kiai, Hingga Study Tour Jadi Bahasan Bahtsul Masa’il Se-Jawa Madura di Pondok Buntet Pesantren
Media Buntet Pesantren,
Dalam rangkaian peringatan Hari Santri Nasional 2024, Pondok Buntet Pesantren, Cirebon, menjadi tuan rumah pelaksanaan Bahtsul Masa’il Se Jawa Madura yang diselenggarakan oleh Ikatan Keluarga Asrama-Asrama Pondok Buntet Pesantren (IKAPB) pada 28 Rabiul Akhir 1446 Hijriyah atau 31 Oktober 2024 Masehi. Forum ini menjadi wadah musyawarah ulama dan santri untuk membahas dan merespons berbagai permasalahan aktual di tengah masyarakat untuk memberi pandangan serta acuan bagi umat.
Forum dibagi ke dalam dua komisi dengan tiga topik utama:
- Komisi A membahas dua isu yaitu: Fenomena Tarif Kiai dan Kebijakan Sekolah dalam Study Tour.
- Komisi B membahas Boikot terhadap Produk McDonald’s Indonesia.
KH Aris Ni’matullah MAF, salah satu Mushohih yang membacakan putusan, menjelaskan Forum Bahstul Masa’il Se Jawa Madura merupakan bentuk ijtihad jama’i terhadap berbagai persoalan teraktual di bidang keagamaan, sosial, dan kebangsaan yang berkembang di masyarakat. “Ini menjadi salah satu bentuk kontribusi para ulama dan santri untuk memberikan solusi bagi masalah-masalah umat,” ujar Kiai Aris Ni’matullah.
Berikut adalah putusan dan rekomendasi para kiai yang dirumuskan dalam Forum Bahtsul Masa’il se Jawa Madura di Pondok Buntet Pesantren pada 28 Rabiul Akhir 1446 Hijriyah:
Boikot Produk McDonald’s Indonesia
Putusan didasarkan kepada tiga pertanyaan. Pertama, apakah pemboikotan McDonald’s di Indonesia dapat dibenarkan dalam Islam, menimbang dampak negatif baik dari sisi psikologis, sosial, dan ekonomi masyarakat? Kedua, adakah batasan atau ketentuan suatu produk layak untuk diboikot menurut pandangan Islam? Ketiga, Bagaimana arahan ulama kepada umat dalam menyikapi polemik daftar boikot yang beredar di masyarakat?
Pada dasarnya hukum memboikot produk tertentu sebagai aksi protes atas sebuah kezaliman adalah diperbolehkan. Hanya saja, harus memperhatikan setidaknya dua ketentuan sebagai berikut:
- Boikot harus tepat sasaran, yaitu ditujukan kepada produk yang dipastikan terafiliasi dengan pihak yang melakukan kezaliman berdasarkan informasi terpercaya yang dapat dipertanggung-jawabkan.
- Boikot tidak berdampak mudarat kepada pihak lain yang tidak dapat ditolerir, seperti PHK Massal tanpa ada solusi alternatif.
Dalam hal ini, informasi yang berkembang di media sosial bahwa McDonad’s Indonesia terafiliasi dengan genosida Israel belum cukup untuk menjadi dasar atas aksi boikot sampai ditemukan data yang kuat dan dapat dipertanggung jawabkan. Sehingga forum menyepakati hukum bertransaksi dengan McDonald’s Indonesia adalah diperbolehkan dan pemboikotannya tidak memiliki legitimasi syariat yang cukup memadai.
Para Kiai dalam forum Bahtsul Masail di Buntet Pesantren juga memberikan arahan dan rekomendasi sebagai berikut:
- Mengimbau masyarakat agar teliti dan selektif terhadap informasi daftar produk boikot yang beredar di media sosial sehingga aksi boikot tidak justru merugikan kepada Masyarakat Indonesia sendiri.
- Mengimbau supaya aksi pemboikotan produk tertentu diputuskan melalui kebijakan pemerintah, karena aksi boikot menyangkut urusan publik yang menjadi otoritas pemerintah.
Direktur Bina Usaha Perdagangan Kementerian Perdagangan, Septo Soepriyatno yang turut hadir dalam forum di Komisi B, menjelaskan bahwa skema kerja sama antara McDonald’s Indonesia dan pemberi waralaba merupakan aktivitas bisnis murni. Sebagai penerima waralaba, McDonald’s Indonesia membayar royalty fee kepada pemberi waralaba untuk penggunaan merek, logo, desain bangunan, serta penerapan standar operasional yang telah ditetapkan.
Septo juga menekankan bahwa kewajiban penggunaan produk dalam negeri telah diatur secara jelas dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2024. Dalam aturan tersebut, baik pemberi maupun penerima waralaba diwajibkan untuk menggunakan barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri. Hal ini pun dijalankan oleh McDonald’s Indonesia, yang seluruh bahan bakunya seperti ayam, tepung, hingga proses peracikannya, bersumber dari supplier dalam negeri, termasuk sumber daya manusianya.
Semua itu dilakukan dengan tetap mengikuti standar operasional dari pemberi waralaba. Lebih lanjut, Ia memastikan bahwa seluruh produk McDonald’s Indonesia telah memenuhi standar halal yang ketat. Hal ini menjadi bagian dari komitmen untuk menjaga kualitas dan kepercayaan masyarakat terhadap merek tersebut.
Kementerian Perdagangan pun telah mengambil langkah-langkah konkret untuk mengklarifikasi berbagai hal yang berkembang di masyarakat. Di antaranya melalui audiensi dan dialog bersama pelaku industri, asosiasi, dan pemangku kepentingan terkait. Pihaknya berharap, Forum Bahtsul Masa’il ini dapat menjadi ruang penting untuk mencari pandangan keagamaan dan panduan moral serta hukum Islam yang dapat dijadikan rujukan bersama.
Kesimpulan: Forum menyatakan bahwa hukum membeli produk McDonald’s Indonesia tetap mubah, dan tidak ada kewajiban syar’i untuk memboikotnya dalam kondisi saat ini.
Fenomena Tarif Kiai
Putusan didasarkan kepada dua pertanyaan. Pertama, bagaimana hukum mematok tarif dalam dakwah menurut pandangan fiqih? Kedua, apakah dibolehkan seorang da’i meminta biaya akomodasi, transportasi dan keperluan lainnya jika diundang untuk berdakwah di tempat yang jauh?
Jawabannya adalah bahwa jika seorang da’i mematok tarif dalam artian ujrah, yakni upah yang dilandasi oleh prosedur dan ketentuan akad ijaroh (sewa) shahihah, maka terjadi khilaf: sebagian ulama membolehkannya (menghukumi mubah), sebagian yang lain menghukumi makruh.
Adapun tuntutan dan penentuan sepihak oleh da’i atas nominal hadiah atau bisyaroh, yang lazim diberikan tuan rumah di akhir acara maka diperbolehkan, namun status uang yang diterima diperinci sebagai berikut:
- Jika diketahui bahwa tuan rumah memberi uang dengan rela (ridha) atau terdapat sangkaan yang disertai tanda- tanda kuat (qarinah qawiyah) atas kerelaan tersebut, maka uang tersebut dihukumi halal.
- Sebaliknya, jika diketahui bahwa tuan rumah tidak sepenuhnya rela atau terdapat indikasi ketidakrelaan, tetapi tetap memberikan uang karena rasa sungkan, tidak enak hati, atau malu, maka uang yang diterima dihukumi haram.
Kesimpulan: Pendekatan kehati-hatian sangat dianjurkan dalam praktik ini demi menjaga kemurnian niat dakwah.
Kebijakan Sekolah Dalam Study Tour
Putusan didasarkan pada pertanyaan bagaimana pandangan fiqih mengenai kebijakan sekolah yang mewajibkan seluruh siswa untuk membayar iuran study tour meskipun mereka tidak mengikuti kegiatan tersebut?
Jawabannya adalah bahwa sekolah memiliki hak untuk menetapkan aturan demi kemaslahatan proses pendidikan, terkait program dan sumber pembiayaannya. Di sisi lain, aturan dan kebijakan sekolah dimaksud termasuk aturan pembebanan biaya program study tour kepada semua siswa meskipun tidak mengikuti telah diketahui dan diterima secara sadar oleh murid atau wali murid saat mendaftar atau acara sosialisasi program. Penerimaan ini meliputi dua hal:
- Keterikatan terhadap aturan yang dipilih secara sukarela (luzum ikhtiyari).
- Kesepakatan untuk menaati (al muslimuna ala syuruthihim) semua aturan dan program sekolah.
Kesimpulan: Kebijakan tersebut diperbolehkan selama telah diinformasikan secara transparan sejak awal dan disetujui oleh wali murid. Hal ini merujuk pada prinsip kesepakatan dalam transaksi (al-muslimuna ‘ala syuruthihim).
Akhir kata, Bahtsul Masa’il Se Jawa Madura ini menegaskan peran strategis pesantren dan ulama dalam memberikan panduan keagamaan atas isu-isu yang tengah menjadi polemik di masyarakat. Diharapkan, hasil ijtihad jam’i ini dapat menjadi acuan umat dalam bersikap secara arif dan bertanggung jawab.
Berikut adalah video lengkap pembacaan Hasil Putusan Forum Bahtsul Masa’il Se Jawa Madura di Pondok Buntet Pesantren pada 31 Oktober 2024 Masehi/28 Rabiul Akhir 1446 Hijriyah.(Klik di sini)
Adapun hasil keputusan dapat dilihat di sini.