Hal Paling Pertama yang Harus Diajarkan kepada Anak
Anak merupakan aset penting bagi orang tua. Ia bukan saja titipan yang harus dijaga, tetapi juga harus dididik dan dibimbing sesuai dengan ajaran agama.
Dalam mendidik putra-putrinya, orang tua perlu mengedepankan materi utama yang paling mula harus diajarkan kepada anak. Apa itu? Menu ajaran yang harus disampaikan kepada anak adalah aqidah.
Tampaknya, ini terasa sangat berat. Pasalnya, bagaimana mendeskripsikan ketuhanan pada anak yang balita saja belum. Pikiran demikian tentu terlalu jauh. Anak-anak belum saatnya diperkenalkan dengan konsep sejauh itu.
Pengenalan paling mula adalah mengetahui bahwa Tuhan, Allah swt, itu ada dengan segala sifatnya yang berjumlah 41, mencakup 20 sifat wajib, 20 sifat mustahil, dan 1 sifat jaiz. Dan bahwa Nabi Muhammad saw itu benar adanya sebagai utusan Allah swt dengan 9 sifatnya, meliputi 4 sifat wajib, 4 sifat mustahil, dan 1 sifat jaiz.
Sifat-sifat tersebut dikenal dengan istilah aqaid 50, yaitu keseluruhan sifat bagi Allah swt dan Rasul-Nya.
Pengetahuan akan aqidah ini bahkan harus disampaikan sebelum pengenalan mereka terhadap shalat. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Sayyid Abi Bakar Syatha ad-Dimyathi dalam kitabnya, I’anatut Thalibin, bahwa pengetahuan terhadap Nabi didahulukan ketimbang perintah untuk shalat.
Melanjutkan penjelasannya, Sayyid Bakri mengutip kitab al-Tuhfah, bahwa wajib mengajarkan anak pengetahuan yang jika mengingkarinya bisa dicap kafir.
Pengenalan sederhana
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, bahwa anak tidak perlu dikenalkan pada konsep terlalu jauh lebih dahulu. Biarkan ia mengenal nama-nama sederhana. Setidaknya, mereka hafal sebelum pada perkembangannya nanti, ia bakal mendalaminya secara lebih serius dengan beragam referensi.
Pengenalan itu bisa dilakukan dengan cara paling sederhana, yaitu lagu. Sudah banyak macam lagu yang menyebutkan aqaid 50. Hal demikian bisa dipilih tergantung selera masing-masing.
Cara demikian dilakukan secara langsung oleh orang tua penulis. Sembari menggendong, meninabobokan, dan banyak aktivitas lainnya, orang tua penulis menyanyikan nama-nama sifat Allah dan Nabi itu. Ia seakan tak peduli dengan aktivitas anaknya sedang apa, nangis, ngantuk, bermain, melihat ragam pemandangan yang ada di hadapannya. Hal terpenting bagi orang tua itu adalah menyanyikannya sehingga paling tidak si bayi, yaitu adik-adik penulis sendiri, mendengarnya. Dengan mendengar itu, diharapkan ada satu dua yang nyantol di pikiran mereka.
Betul saja. Bayi-bayi itu dalam perkembangannya tidak lagi perlu repot menghafalnya. Dari ratusan kali mendengar orang tuanya, mereka sudah hafal dengan sendirinya. Ketika ditanya, mereka anak-anak itu juga mampu menjawab terkait sifat-sifat tersebut, meskipun tidak mengetahui konsepnya seperti apa mengenai keberadaan Allah, kekuasaan-Nya, kehendak-Nya, keesaan-Nya, dan seterusnya. Namun paling tidak, ada satu langkah yang sudah dicapai mereka, yaitu mengenal nama-nama sifat dan mampu menyebutkannya. Soal pemahaman terhadap semua itu, dalam perkembangannya bisa nanti disampaikan saat intelektualitas mereka, otak mereka sudah cukup untuk menerimanya.