Teror Bom, Metode atau Jalan Hidup?
Sumber: Detik.com |
Dalam sepekan, berbagai aksi terorisme bermunculan. Mulai dari kerusuhan di Markas Korps Brigade Mobil (Mako Brimob) Kepolisian, Depok, Jawa Barat hingga rentetan ledakan bom di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur. Hal ini menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk Pondok Buntet Pesantren yang mengutuk keras aksi tersebut.
Terorisme bukanlah barang baru di Indonesia. Hal ini sudah sering terjadi semenjak pemerintahan dipimpin oleh Bapak Proklamator Soekarno. Meskipun demikian, teror tetap mampu membuat ketakutan, kegelisahan, gonjang-ganjing, hingga huru-hara. Hal inilah yang menjadi tujuannya.
“Terorisme adalah metode menyebarkan ancaman, ketakutan, kegelisahan, gonjang-ganjing, huru-hara,” ujar Tokoh Muda Buntet Pesantren Muhammad Abdullah Syukri kepada Media Buntet Pesantren pada Senin (14/5).
Karena teror merupakan metode, maka, menurutnya, banyak yang bisa menggunakan ini. Misalnya, ia mencontohkan, kelompok separatis dan negara sendiri sebagai instansi. Bahkan, individu juga bisa memanfaatkan teror guna mencapai tujuannya.
Alumnus Universitas Duisberg Essen, Jerman, itu menerangkan bahwa teror tidak hanya dilakukan dengan meledakkan bom, seperti yang terjadi di Surabaya dan Sidoarjo. Tetapi, teror juga bisa dilakukan dengan pendekatan lain, seperti pemenggalan kepala, penculikan, ataupun lainnya.
Pria yang akrab disapa Mas Dede itu juga mengungkapkan bahwa media penyebaran aksi teror bisa beragam. Dunia maya, katanya, menjadi salah satunya.
Selain sekadar metode, teror juga menjadi satu jalan hidup bagi segenap orang. Al-Qaeda, Mas Dede memberi contoh. Meskipun jumlahnya kecil, tetapi ia mampu membuat gonjang-ganjing dunia internasional dengan aksinya. Mereka disebut sebagai kelompok teroris.
“Kelompok teroris itu sejumlah orang yang menggunakan sebagian hidupnya untuk melakukan aksi-aksi teror,” ujar anggota Bidang Hubungan Internasional Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) itu.
Oleh karena itu, menurutnya, perlu dibedakan antara kelompok teroris dengan orang atau kelompok yang hanya menggunakan teror sebagai metode.
Melihat rangkaian peristiwa teror yang terjadi dalam rentang waktu sepekan itu, ia menyatakan banyak spekulasi sehingga timbul prasangka dan saling curiga. Oleh karenanya, Mas Dede meminta untuk menanti hasil penyidikan kepolisian guna mengetahui pelaku dan peristiwa sebenarnya.
“Ya, yang terjadi sekarang tinggal lihat penyidikan polisi saja,” pungkasnya.
(Syakir NF)