Kabar

Qur’an Center Buntet Pesantren Diskusikan Pentingnya Belajar Qiraat

Media Buntet Pesantren,

Qur’an Center Buntet Pesantren menggelar Kajian Literasi Qiraat (Kasiat) di Perpustakaan Mbah Din Buntet Pesantren, Astanajapura, Cirebon, Jawa Barat, Ahad (6/5/2025). Kajian ini diisi oleh pakar qiraat Buntet Pesantren KH Muhadditsir Rifa’i.

Dalam kesempatan tersebut, Kiai Hadits, sapaan akrabnya, menegaskan bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan ragam bacaan atau qiraat itu untuk memudahkan umat Islam dalam membacanya.

Hal ini dipertegas dalam Al-Qur’an Surat Al-Qamar yang mengulang empat kali ayat yang berarti, “Sungguh, Kami benar-benar telah memudahkan Al-Qur’an sebagai pelajaran. Maka, adakah orang yang mau mengambil pelajaran?”

Di samping itu, Nabi Muhammad saw juga dalam sejumlah hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim disebutkan meminta secara khusus agar ada tambahan ragam bacaan hingga ditetapkan menjadi sab’atu ahruf (tujuh macam).

“Para ulama berbeda pendapat apa maksud dari tujuh huruf itu,” kata dosen UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon itu.

Ada ulama yang mengartikannya sebagai tujuh dialek bahasa. Dalam sahih Imam Muslim dikatakan bahwa sab’atu ahruf bukan tentang hukum. Ada tujuh macam perbedaan di dalam Al-Quran.

Kiai Hadits menegaskan bahwa kepentingan mempelajari qiraat adalah tidak mudah menyalahkan orang lain. Hal ini mengingat pengetahuannya yang lebih luas akan adanya ragam bacaaan Al-Qur’an.

“Otomatis menghargai perbedaan karena tahu bahwa qiraat bacaannya sangat banyak ragamnya maka kita hargai,” katanya.

Memperkuat itu, ia menceritakan Umar bin Khattab yang berdebat dengan Hisyam usai shalat berjamaah. Perdebatan itu disebabkan khalifah kedua itu tidak pernah mendengar ayat Al-Qur’an yang dibacakan Hisyam. Saking geramnya, Umar sampai-sampai mengangkat kerah rekannya itu. Akhirnya, keduanya pun bertabayun menghadap Rasulullah.

Ketika Hisyam dan Umar diminta membaca ayat tersebut, Nabi menjawab bahwa keduanya memang diturunkan. “Hakadza unzilat, begitulah ayat Al-Qur’an diturunkan. Setelah Sahabat Umar membaca juga, begitu juga Al-Qur’an diturunkan,” ujarnya.

“Antara satu bacaan dengan bacaan lainnya yang berebeda dan bermacam-macam itu semuanya dari Rasulullah,” kata Pengurus Pimpinan Wilayah Jamiyyatul Qurra wal Huffazh Nahdlatul Ulama (JQHNU) Jawa Barat itu.

Kepentingan mengkaji qiraat sabah itu mengetahui ragam bacaan Al-Qur’an. Setidaknya, jangan hanya satu riwayat yang diketahui. Sebab, dari sisi kualitas, bacaan Al-Qur’an yang diterima dan boleh untuk dibacakan dalam shalat hanyalah yang mutawatir dan masyhur. Sementara bacaan yang kualitasnya ahad, syadz, maudhu, dan mudraj hanya boleh dipelajari.

Tidak hanya mempelajari perbedaan bacaan, mempelajari qiraat juga penting dalam rangka mengamalkan apa yang ada dalam Al-Qur’an. Sebab, dengan keragaman bacaan itu juga menimbulkan perbedaan istinbath hukum. Dengan begitu, bisa menerapkan sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi.

Kiai Hadits juga menyebut mempelajari qiraat juga dapat meningkatkan kritisisme. “Kita semakin ingin tahu. Meningkatkan keingintahuan kita tentang apa yang ada dalam Al-Qur’an,” kata Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an Kabupaten Cirebon itu.

Lebih lanjut, pendalaman akan qiraat Al-Qur’an juga dapat jauh mengetahui keindahan gaya bahasa Al-Qur’an dalam menyampaikan pesannya. Hal ini bisa dalam bentuk kisah, analogi, hingga perumpamaan.

Puncaknya, mempelajari qiraat ini penting karena Nabi Muhammad saw menyebut pembelajar Al-Qur’an dan pengajarnya sebagai sosok terbaik. “Sebaik-baik di antara kalian yang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya,” pungkas Kiai Hadits mengutip hadits.