Keakraban Buntet Pesantren dengan Tionghoa (1)
Nyai Bonteng. Begitulah perempuan Tionghoa itu dikenal oleh masyarakat Buntet. Kecantikannya menarik perhatian Ki Nurkati. Berawal dari pandangan mata, lantas tumbuhlah rasa cinta. Tak bertepuk sebelah tangan, keduanya ternyata memendam rasa yang sama. Demi sebuah keabadian, keduanya berniat tulus mengikatkan rasa itu dalam sebuah pernikahan.
Rasanya bukan orang hebat jika tak menemui jalan terjal dalam kehidupannya. Orang tua gadis tidak sepakat dengan hubungan mereka. Namun sulit rasanya untuk menghentikan cinta, sebuah rasa yang mengalir begitu saja tanpa alasan apa-apa. Akhirnya orang tua gadis pelayan toko itu merestuinya. Tentu saja ini tidak diberikan secara cuma-cuma. Ki Nur Khatim, orang lain menyebutnya Ki Nurkati, diberi dua syarat oleh calon mertuanya itu.
Pertama, gadis yang dipinangnya nanti tidak boleh membawa apa pun dari rumahnya kecuali pakaian yang dikenakannya. Syarat ini cukup berat meski belum apa-apa dibanding syarat selanjutnya. Kedua, jika keduanya memperoleh keturunan, maka ia harus menjadi orang terbaik di Cirebon. Tidak ada yang dapat memastikan anaknya bakal menjadi siapa kecuali hanya Sang Pencipta. Jangankan bakal jadi apa, punya anak saja belum dapat dipastikan.
Syarat kedua ini membuat Ki Nurkati berpikir panjang disertai riyadlohpuasa, istikharah, dan amalan sunah lainnya. Ki Nurkati tidak melakukan tindakan spekulatif atau secara spontan menjawab persyaratan yang diajukan orang Tionghoa tersebut. Ini mengindikasikan kebijaksanaan dan kedalaman ilmunya. Ia mempertimbangkan banyak hal. Menimbang manfaat dan mafsadatnya tentu saja. Semua itu dilakukan agar tidak ada penyesalan setelahnya nanti. Akhirnya, ia menerima persyaratan itu. Ia bersiap menanggung resiko apa nanti yang bakal menimpanya.
Dari pernikahannya ini, lahirlah seorang putra terbaik Cirebon bernama Syatori. Ia terpilih sebagai penghulu langdrat (landraad), sebuah jabatan pada bidang agama di pemerintahan Belanda saat itu, Cirebon karena kealimannya dalam bidang agama (Lihat Islam dalam Bingkai Budaya Lokal Potret dari Cirebon karya Muhaimin AG). Selain itu, dia juga paham betul dengan dunia perdagangan. Syatori memiliki seorang putri bernama Kariah yang kemudian disunting oleh Kiai Abdul Jamil atas perintah mertuanya, Kiai Kriyan. Iya, Kiai Abdul Jamil sebelumnya telah menikah dengan putri Kiai Kriyan bernama Sa’diyah.
Dari pernikahannya dengan Nyai Kariah, Kiai Abdul Jamil memiliki tujuh orang anak, yakni Nyai Zamrud, Kiai Abbas, Kiai Anas, Kiai Ilyas, Kiai Akyas, Nyai Yaqut, Nyai Mu’minah dan Nyai Nadrah. Sementara dari Nyai Sa’diyah, Kiai Abdul Jamil memiliki lima orang anak, yaitu Kiai Ahmad Zahid, Nyai Mandah dan Nyai Syakiroh, Nyai Enci, dan Nyai Halimah.
Selain memiliki anak kandung, Kiai Abbas juga memiliki seorang anak angkat. Dia bernama Usman. Masyarakat Buntet akrab memanggilnya Man Us. Siapa Man Us?
Selain memiliki anak kandung, Kiai Abbas juga memiliki seorang anak angkat. Dia bernama Usman. Masyarakat Buntet akrab memanggilnya Man Us. Siapa Man Us?
Bersambung …
Syakirnf
Syakirnf