Islam sebagai Alat Perdamaian Sudah Lama Dikenal di Indonesia
Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menggelorakan pesan cinta dan damai kepada ribuan santri dan masyarakat yang hadir dalam Halaqoh Cinta di GOR Mbah Muqoyyim, Buntet Pesantren, Astanajapura, Cirebon, Jawa Barat, Kamis (4/4).
Gus Yahya, sapaan akrabnya, terus meyakinkan bahwa Islam seharusnya bisa menjadi alat untuk perdamaian dunia. Islam yang demikian, katanya, bisa ditemukan di Indonesia, bukannya di Timur Tengah. Ia beralasan bahwa Islam di Arab sudah dijadikan alasan untuk berkonflik dan bermusuhan.
“Kita harus ajari mereka bahwa Islam untuk perdamaian dan kemanusiaan. Maka sekarang bukan waktunya lagi kita disuruh untuk mencontoh Islam Timur Tengah, sekarang saatnya mereka harus belajar (Islam) dari Indonesia,” tegasnya.
Lebih lanjut, anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu menyebut, bahwa nilai-nilai Islam sebagai alat perdamaian dan kemanusiaan ini sudah lama ditanamkan Nahdlatul Ulama di Indonesia, tepatnya di tahun 1984 oleh KH Achmad Shidiq, Rais Aam PBNU 1984-1992. Konsep itu dikenal dengan istilah ukhuwah basyariah, persaudaraan kemanusiaan.
Baru 35 tahun setelahnya, Paus Fransiscus dan Syaikhul Azhar Ahmad Al-Thayyeb menandatangani Watsiqotul Ukhuwah Al-Insaniyah (piagam persaudaraan kemanusiaan) Februari lalu.
“Artinya, ketika orang-orang ini masih bingung tentang Islam (sebagai alat perdamaian dan kemanusiaan), kita sudah selesai (sejak lama),” pungkasnya.
Kegiatan halaqoh ini juga menghadirkan Noe Letto dan diramaikan dengan penampilan pencak silat oleh Pimpinan Anak Cabang (PAC) Pagar Nusa Astanajapura, Tari Topeng dari Sanggar Tari Topeng Cirebon, dan Paduan Suara Madrasah Aliyah Nahdlatul Ulama (MANU) Putri Buntet Pesantren Cirebon.
(Fayad Hadzami/Syakir NF)