Dua Adab Berdoa
Sumber: NU Online |
Di tengah-tengah ayat tentang puasa dalam Surat Al Baqarah, Allah berfirman bahwa Dia dekat dan Dia mengabulkan doa. Karena dekat, maka Dia mendengar doa hamba-Nya. Karena dekat pula, maka tidak perlu berteriak-teriak dalam berdoa.
Tidak tergesa-gesa untuk segera dikabulkan menjadi salah satu ada berdoa. Nabi Musa dan Nabi Harun -‘alaihimassalam- mendoakan kebinasaan Fir’aun dalam ayat yang diberitakan Allah melalui firman-Nya:
ربنا اطمِسْ على أموالهم واشدُدْ على قلوبهم
“Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka.” (Yunus: 88)
Kemudian Allah memberitahukan bahwa Dia mengabulkan doa beliau berdua dengan firman-Nya:
قال قد أُجيبَت دعوتُكُما فاسْتَقِيما ولا تتَّبعانِّ سبيلَ الذين لا يعلمون
“Allah berfirman: Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus.. ” (Yunus: 89)
Jarak antara Firman Allah ini (قد أُجيبَت دعوَتُكما) dengan kebinasaan Fir’aun adalah 40 tahun. Dua Nabi tersebut sabar menanti doa tersebut dikabulkan selama 40 tahun.
Adab berdoa lainnya adalah tidak memilihkan sesuatu untuk Allah dan tidak memastikan diri bahwa apa yang diminta adalah baik. Sebab, manusia hanyalah hamba Allah yang bodoh. Terkadang, seseorang membenci satu hal yang justru baik baginya. Seseorang juga adakalanya mencintai sesuatu yang tanpa ia sadari itu buruk baginya.
Oleh karena itu, seorang hamba mesti memasrahkan dirinya kepada Allah. Sebab, Allah Mahamengetahui apa yang baik buat hambanya, meskipun itu berlawanan dengan kemauannya. Ibn ‘Athaillah As-Sakandari berkata dalam Al-Hikam:
,لا يكن تأَخُّرُ أمدِ العطاءِ مع الإلحاح في الدعاءِ موجِبا لِيأسِكَ فهو ضَمِنَ لك الإجابة فيما يَختارُه لك لا فيما تختاره لنفسِك وفي الوقتِ الذي يُريدُ لا في الوقت الذي تريدُ.
Artinya: Janganlah karena kelambatan masa pemberian Tuhan kepadamu, padahal engkau telah sungguh-sungguh berdoa, membuatmu putus asa, sebab Allah menjamin untuk menerima doa menurut apa yang dipilih-Nya untukmu, bukan menurut pilihanmu, dan pada waktu yang ditentukan-Nya, bukan pada waktu yang kau tentukan.
Sumber: Is’af Ahlil Iman bi Wazha’ifi Syahri Ramadhan karya Syeikh Hasan Muhammad Al-Masysyath
(Muhammad Hamdi Turmudzi Nur)