Memuji atau Menyembah Rasulullah
Bagi orang Islam berjumlah kecil ini, memuji dan menjunjung Rasulullah SAW dengan bacaan sholawat atau upacara tertentu sederajat dengan penyembahan lazimnya kepada Allah. Mereka menyebut muslim penyanjung dan pemuji Rasulullah mengidap syirik bahkan kafir.
Menanggapi orang kalap itu, Sayid Ahmad Zaini Dahlan seorang mufti yang sangat disegani di Mekah abad 19 itu tidak terpancing geram. Ia cukup duduk di kursinya lalu menulis risalah panjang untuk mematahkan pendapat mereka.
Dalam risalah berjudul Ad-Durorus Saniyyah fir Roddi alal Wahhabiyyah, ulama yang wafat 1886 M ini menyatakan, khayalan mereka itu tidak benar. Masak orang bertawasul dan berziarah ke makam Rasulullah SAW bisa menjadi syirik dan kafir? Padahal Allah sendiri di dalam Al-Quran menyanjung utusan-Nya dengan penghormatan tertinggi dari segala jenis penghormatan yang pernah diberikan-Nya.
Karenanya, kata Syekh Ahmad Zaini Dahlan, kita wajib menakzimkan orang yang ditakzimkan Allah. Dan Dia memerintahkan untuk itu. Semua bentuk ketakziman kepada Rasulullah SAW sama sekali tidak dilarang sejauh menjaga ketentuan syariah dan rambu-rambu keesaan.
نعم يجب علينا ان لا نصفه بشئ من صفات الربوبية و رحم الله الابوصيري حيث قال
دع ما ادعته النصارى في نبيهم * واحكم بما شئت مدحا فيه واحتكم
فليس في تعظيمه بغير صفات الربوبية شئ من الكفر و الاشراك بل ذلك من اعظم الطاعات و القربات و هكذا كل من عظمهم الله تعالى كالانبياء و المرسلين صلوات الله و سلامه عليه و عليهم اجمعين و كالملائكة و الصديقين و الشهداء و الصالحين قال تعالى وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَآئِرَ اللهِ فاِنَّهَا مِنْ تَقوَى الْقُلوبِ .الحج و قال تعالى وَمَنْ يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللهِ فهُوَ خَيْرٌ لهُ عِنْدَ رَبِّهِ. الحج.
و من تعظيمه صّلى الله عليه و سّلم الفرح بليلة ولادته و قراءة المولد و القيام عند ذكر ولادته صلى الله عليه و سلم و اطعام الطعام و غير ذلك مما يعتاد الناس فعله من انواع البرّ فان ذلك كله من تعظيمه صّلى الله عليه و سّلم و قد افردت مسئلة المولد و ما يتعلق ﺑﻬا بالتأليف و اعتنى بذلك كثير من العلماء
“Kalau menyifatkan Rasulullah SAW dengan salah satu sifat ketuhanan, tentu saja kita dilarang. M Said al-Bushairi dalam Qashidah Burdah-nya mengatakan,
‘Tinggalkan dakwaan Nashara untuk nabi mereka * Dan tetapkan sesukamu segala pujian bagi Rasulullah dan bijaklah dalam memujinya’
Sanjungan kepada Rasulullah SAW dengan selain sifat ketuhanan, bukan bentuk syirik dan kafir. Justru itu semua terbilang bakti dan bentuk taqarub terbesar kepada Allah. Demikian juga berlaku kepada mereka yang dimuliakan Allah, seperti para nabi, rasul, malaikat, mereka yang teguh iman, syuhada, dan orang saleh. Dalam surah Al-Haj Allah berfirman, ‘Siapa saja yang mengagungkan syiar-syiar-Nya, maka syiar itu adalah ketakwaan hati.’ Masih di surah yang itu juga, ‘Siapa saja menakzimkan yang dimuliakan Allah, maka tindakannya itu lebih baik baginya di sisi Tuhannya’.”
Bentuk penakziman kepada Rasulullah SAW antara lain menyatakan kebahagiaan di malam kelahiran beliau, membaca kitab maulid, berdiri ketika disebut saat-saat kelahirannya, memberi makanan yang biasa disebut berkat, dan segala bentuk kebaikan yang biasa dilakukan umat Islam di bulan maulid. Semua itu, kata Sayid Ahmad Zaini, diulas ulama secara khusus pada karya mereka. Ulama memberikan perhatian istimewa pada isu ini.
Setuju 100%! kata Syekh Islam Ibrahim al-Bajuri. Dalam menguraikan syair Burdah al-Bushairi di atas, al-Bajuri mengatakan setiap umat Islam harus menyatakan pujian yang layak kepada Rasulullah SAW sesuai dengan pangkat dan derajatnya yang sangat tinggi dan mulia di sisi Allah. Tentu dengan catatan berikut agar tidak offside.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لا تطرونى كما أطرت النصارى المسيح ولكن قولوا عبد الله ورسوله
Rasulullah SAW bersabda, “Jangan kalian sanjung aku kelewat batas seperti umat Nashara menyanjung al-Masih. Tetapi sebutlah aku sebagai hamba dan utusan Allah.”
Semua bentuk pemuliaan dan sanjungan tinggi kepada Rasulullah SAW tidak mengandung kebatilan sejauh tidak menempatkannya sebagai Tuhan. Dan warga NU sudah maklum Rasulullah SAW kendati dikaruniakan Allah derajat sangat istimewa, tetap juga posisinya sebagai makhluk. Demikian keterangan al-Bajuri pada Hasyiyatul Bajuri ala Matnil Burdah. Wallahu A’lam (Alhafiz K)