Hindari Dosa Jariyah dengan Daur Ulang Sampah
Kang Andi (kiri) |
Sampah menggunung membuat siapa saja yang melaluinya menutup hidung. Sampah yang bercampur aduk dari berbagai jenisnya itu memang bakal menimbulkan bau yang tak sedap jika mampir di indra penciuman. Sebaliknya, jika sampah dipisah justru akan menghasilkan pundi-pundi uang. Hal itu disampaikan oleh Muhammad Majdi.
Guru Madrasah Aliyah Nahdlatul Ulama (MANU) Putra dan Sekolah Menengah Kejuruan Nahdlatul Ulama (SMKNU) Mekanika Buntet Pesantren itu tengah gencar mengampanyekan pendaurulangan sampah di wilayah Pondok Buntet Pesantren dan sekitarnya. Bersama Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Buntet Pesantren, ia telah menyebar beberapa spanduk iklan agar tidak membuang sampah ke beberapa sudut strategis di Buntet Pesantren.
Sebelumnya, kandidat doktor Universitas Islam Nusantara (Uninus) Bandung itu telah mencoba berkali-kali pengolahan sampah plastik. Pada dua tahun silam, ia berhasil mengubah plastik menjadi bahan bakar. Keberhasilannya ini ia unggah ke Youtube yang saat ini telah dilihat oleh lebih dari 14 ribu pengunjung. Sampai-sampai, tiga orang mahasiswa yang tergabung ke dalam komunitas Youth Spirit dari Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, datang ke Buntet Pesantren untuk mempelajari langsung proses pengolahan sampah plastik. Tiga orang itu adalah Ahmad Maulana Faqih, Ahmad Fudola, dan Hafidin.
Dalam video terbarunya yang sengaja ia rekam kembali dan diunggah ulang melalui akun Youtubenya itu, ia menyampaikan bahwa saat ini sudah tidak zaman membuang sampah pada tempatnya.
“Orang beriman daur ulang sampah,” ujarnya membaca tulisan spanduk yang terpasang di MANU Putra.
Ada berbagai jenis plastik, seperti PE, PFC, HDPE, ada karet, styrofoam. Paling cepat, menurutnya, plastik hancur dalam waktu 150 tahun. Sementara usia manusia tidak mencapai segitu. Jika seseorang membuang sampah plastik sembarangan sehingga menutup air meresap ke tanah, berarti ia telah berbuat dosa jariyah.
“Dosa yang terus mengalir karena dampaknya dirasakan oleh generasi selanjutnya,” katanya.
Proses
Sejumlah plastik kering dikumpulkan. Jika masih basah, tentu harus dikeringkan lebih dahulu. Kemudian, plastik dimasukkan ke kaleng atau drum yang sudah didesain khusus. Di bagian atas drum dipasang selang untuk mengalirkan uap yang dihasilkan dari pemanasan plastik tersebut. sebagian badan selang dimasukkan ke air dingin untuk membuat dingin uap.
Lalu, panaskan drum atau kaleng tersebut dengan kompor atau kayu bakar atau pembakaran lainnya. Dari proses destilasi di reaktor itu akan menghasilkan uap.
Paling cepat, proses sublimasi itu menghabiskan waktu setengah jam. Paling lama tergantung suhu yang diterapkan. Lebih panas tentu akan lebih cepat.
Dari empat kilogram sampah plastik yang dipanaskan, menurut pria yang akrab disapa Kang Andi itu akan menghasilkan satu liter bahan bakar.
Aktivis yang juga berbisnis ini berencana memberikan sosialisasi door to door ke pondok-pondok di Buntet Pesantren dan sekolah. Hal itu agar misinya tercapai.
(Syakir NF)