Hikmah Kabar

Kisah Perjalanan Anggota XTC Cirebon dan Kang Ayip Abbas (bag-2) – “Kepala Saya Keluar Asap saat Direndam Kang Ayip”


Saya mencoba kembali menceritakan perjalanan Mang Ayip dengan Komunitas XTC (Exalt To Creativity) dan club motor lainnya. Karena masih banyak kisah yang belum saya ceritakan. Ketika saya bertanya ke Mang Ayip tentang kapan pertama bertemu dengan dengan rekan-rekan XTC. Mang Ayip sendiri lupa, kapan dirinya mengenal komunitas ini sehingga begitu dekat. Yang masih diingat oleh Mang Ayip adalah, rekan-rekan XTC datang karena butuh teman ngobrol.
“awalnya mereka main ke rumah saya, katanya mau ngobrol. Ya silakan, saya menerima siapapun. Ternyata mereka mau terus berteman dengan saya, ya saya juga tidak masalah” ujar Mang Ayip
Mang Ayip sendiri sangat enggan jika diposisikan sebagai guru, ustadz atau kyai dari mereka. Beliau selalu mengatakan bahwa dirinya adalah teman ngobrol dan berbagi cerita saja. Jika tidak percaya, Mang Ayip menyuruh saya untuk bertanya langsung, apa yang pernah diajarkannya kepada anak-anak XTC dan rekan ngobrol lainnya. Mang Ayip mengakui, sekarang ada sekitar 700 pemuda dari berbagai club dan komunitas yang sering nongkrong dan ngobrol bareng dengan Mang Ayip di Kediamannya di Desa Padangbenghar Kec. PAsawahan Kab. Kuningan, namun ia menganggapnya sebagai teman, bukan murid apalagi santri.
“Jumlahnya sekitar 700-an, bukan dari XTC saja, tapi dari berbagai komunitas lainnya juga,” jelas Mang Ayip.
Pernyataan Mang Ayip memang diakui oleh Jaka Permana, selaku Ketua XTC Cirebon. Menurutnya, Mang Ayip itu guru yang tidak menggurui. Sosoknya berbeda jauh dengan orang-orang lain yang selalu mengatur, mewajibkan bahkan menyalahkan aktivitas anggota XTC ini.
“kalau sama ustad atau Kiai lain banyak aturan, bahkan posisi kita lebih banyak salahnya dimata mereka. Kalau sama kang Ayip, ya terserah kita aja maunya gimana,” kata Jaka.
Menurut Mang Ayip, anak-anak XTC itu bukan anak kecil, mereka sudah dewasa dan mengerti apa yang harus dilakukan. Mereka juga sudah mengerti mana yang baik dan buruk dan mereka itu sudah kenyang dengan perintah dan aturan. Jika dekat dengan mereka kemudian aturan dan larangan tersebut langsung diterapkan, mereka pasti akan melawan.
“terserah semau mereka mau apa, itu tanggungjawab mereka sendiri,” jelas Mang Ayip.
Ternyata, metode ini bukan karena Mang Ayip membiarkan mereka untuk berbuat tidak baik, melainkan mengajarkan mereka untuk berubah karena keinginan pribadi. Bukan karena paksaan atau kehendak dari orang lain. Hal itu juga yang dirasakan Jaka Permana. Ia kemudian menceritakan saat pertama kali mengikuti sholawatan yang digelar Mang Ayip dikediamannya di Padangbenghar. Rekan-rekan di XTC menyebut istilah “Gunung” jika menyebut kediaman Mang Ayip.
Jaka bersama ratusan anggotanya, menuju kediaman Mang Ayip dengan mengendarai sekitar 200 motor. Selain ngobrol, anak-anak XTC diajak Mang Ayip untuk membaca sholawat nariyah secara bersama-sama. Setelah selesai, ratusan anggota XTC diminta berendam di sungai kecil yang ada disekitar rumah Mang Ayip. Kejadian tak terduga dan membuat heran ratusan anggota XTC, saat asap tiba-tiba keluar dari atas kepalanya masing-masing.
“Itu ada asap keluar dari kepala saya dan rekan-rekan yang lainnya,” Jelas Jaka sambil tertawa saat menceritakannya.
Setelah lebih rutin mengikuti sholawatan dan berbincang dengan Mang Ayip, Jaka merasakan perubahan sendiri. Walaupun Mang Ayip membebaskan dan tidak membuat aturan kepada anggota XTC yang berteman dengannya. Namun lambat laun, Jaka merasa malu jika dirinya tidak sholat dan melanggar aturan-aturan Allah. Kesadaran itu timbul dengan sendirinya, bukan dari paksaan maupun kehendak Mang Ayip.
“Kang Ayip itu tidak memaksa kita untuk ini, untuk itu. Kang Ayip juga  jarang membahas masalah agama dan lainnya. Tapi karena sikapnya ini, kami jadi nyaman. Karena sebelumnya, kalau kami bertemu orang yang mengerti agama, maka langsung ada aturan dan selalu disalahkan” jelas Jaka..
Berkat dorongan Mang Ayip Juga, saat ini dirinya sudah bekerja di salah satu tempat wisata di Kota Cirebon. Ia bahkan mengajak 15 anggotanya untuk bekerja didalamnya, walaupun hanya bertugas sebagai petugas bawahan. Jaka merasa dirinya memiliki tanggungjawab untuk mencoba memberikan perubahan yang terbaik untuk anggotanya.
“bahkan sekarang Jaka sudah menjadi mitra BNN (Badan Narkotika Nasional) untuk membantu kinerja lembaga tersebut,” tambah Mang Ayip disambut tawa Jaka Permana. Mang Ayip menitipkan langsung kepada salah satu koleganya yang bertugas di BNN. Sehingga saat ini, Jaka juga ikut menjaga terjadinya peredaran Narkoba diwilayahnya.
Perubahan juga dialami Jaka di kehidupan rumah tangganya. Awalnya, Sang mertua selalu menganggapnya jelek karena bagian dari anggota geng motor. Bahkan saat akan menikah, mertuanya memberikan dua pilihan kepada calon isterinya tersebut. Pilih orang tuanya, atau pilih calon suaminya yang tidak lain adalah Jaka yang dianggap geng Motor. Yang jadi salah satu penguat jaka adalah pesan dari Mang Ayip “Ketika tujuan kamu baik, maka semuanya akan baik”. Sampai akhirnya Jaka melamar dan menikahi isterinya yang sekarang.
“Kata Kang Ayip, kalau tujuannya baik, maka semuanya akan baik. Alhamdulillah, saat itu saya Bismillah melamar dan saya sampaikan tujuan saya dengan baik. Akhirnya diterima dan menikah. Sekarang, saya dianggap menantu yang paling baik dan dibanggakan, tidak dicap geng motor lagi,” Cerita Jaka sambil tertawa. (Bersambung)