Gatot Nurmantyo: KH Abbas Abdul Jamil itu Ulama Hebat
Panglima TNI Jend. Gatot Nurmantyo memasuki area Makbaroh Gajah Ngambung, Buntet Pesantren, Sabtu (15/4/2017) |
Dalam acara ziarah kubro dalam rangka Haul Almarhumin Sesepuh dan Warga Pondok Buntet Pesantren Cirebon, Sabtu, (15/4/2017), hadir Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Gatot Nurmantyo. Pada kesempatan tersebut, Gatot menyampaikan rasa terima kasihnya.
“Saya berterimakasih kepada para ulama Buntet Pesantren Cirebon yang telah mengundang. Itu membuktikan kalau saya ternyata masih diingat. Karena ketika TNI bekerjasama dengan ulama dan santri, maka negara dan bangsa akan selalu aman,” kata Gatot dalam sambutannya.
Sejarah Indonesia yang tidak bisa dilupakan adalah peran ulama dan santri. Kedua unsur tersebut dengan semangat perjuangan mampu memerdekakan negara. Sehingga berkat peran keduanya, sampai saat ini Indonesia dikenal dengan keragaman suku dan agama.
“Indonesia bisa merdeka karena dipimpin ulama dengan didampingi para santri. Dengan itu, Indonesia menjadi hebat. Semuanya karena Indonesia mayoritas umat Islam. Maka, kemerdekaan diraih berkat ulama dan santri,” lanjutnya.
Pada 5 Oktober 1945, imbuh dia, TNI lahir. Jenderal Sudirman, panglima ketika itu adalah seorang santri. Anak buahnya memanggil dengan sebutan Kiai. Hal tersebut membuktikan bahwa ulama dan TNI memiliki sinergitas yang kuat dalam upaya perjuangan kemerdekaan Indonesia.
“Saat TNI baru lahir, ternyata masih mengalami kebingungan. Maka, Presiden Soekarno meminta KH Hasyim Asy’ari untuk mendeklarasikan resolusi jihad. Tercetuslah pada 22 Oktober yang saat ini diperingati sebagai Hari Santri. Kiai Hasyim ketika itu menyatakan bahwa membela tanah air adalah jihad,” ucap Panglima yang giat dalam menjaga perdamaian dan keutuhan NKRI itu.
Dengan resolusi jihad itu, Gatot menambahkan, maka tercetuslah Hari Pahlawan pada 10 November. Saat itu, Kiai Hasyim akan memulai peperangan dengan para penjajah setelah Singa Jawa Barat, KH Abbas Abdul Jamil datang.
“Pengawal beliau Abdul Wahid, pukul 6.30 Kiai Abbas mengenakan jas abu-abu, kain sarung, tongkat, dan sorban. Beliau menyampaikan kepada pengawalnya untuk membawa bakiak. Beliau berangkat dari Cirebon dengan menggunakan kereta api,” terangnya.
Jelang Maghrib, dia melanjutkan cerita, Kiai Abbas memasuki stasiun Rembang, yakni di pesantren KH Bisri. Kemudian Kiai Hasyim menunjuk ulama Buntet Pesantren Cirebon itu sebagai pimpinan perang.
“Dengan takbir Allahu Akbar dan merdeka, rombongan dari Buntet masuk masjid dan salat Sunnah, usai itu pamit berdoa. kemudian KH Bisri dan KH Hasyim meminta pengawalnya meminum air,” cerita Gatot dengan semangat.
Singkatnya, lanjut Gatot, Kiai Abbas memiliki karomah yakni kebal dari tembakan Belanda. Sehingga bisa kembali ke Cirebon dengan selamat. Beliau ulama hebat. Sangat pantas saat diberikan penghargaan sebagai pejuang kemerdekaan NKRI.
“Saya bangga bisa hadir di tengah-tengah majelis seperti ini. Terlebih di Buntet Pesantren Cirebon. Karena pesantren ini melahirkan ulama hebat yang mampu memerdekakan Indonesia dan mengusir penjajah Belanda,” tutupnya.