Ngaji Tawadlu pada KH Ridwan Sururi
KH Ridwan Sururi mencium tangan KH Nahduddin Abbas sebelum menaiki panggung untuk berceramah, Sabtu (15/4/2017) |
Kurus tubuhnya. Berkeriput kulitnya. Semua itu tak mengurangi ketegapan dan kecepatan langkahnya. Pun tak mengurangi kelantangan suaranya.
Sebelum menaiki panggung untuk memberikan mauidzah hasanah, ia salami sejumlah kiai yang hadir di hadapan panggung. Ia menunduk lalu meraih tangan kiai dan menciuminya satu persatu.
Hal itu pun beliau lakukan saat tiba di komplek makbaroh Gajah Ngambung, Buntet Pesantren. Ia mencium tangan KH Nuruzzaman (Tangerang Selatan, putra KH Jawahir Dahlan), KH Anis Wahdi (Buntet Pesantren, putra KH Mustahdi Abbas), KH Tamam (Kebumen, putra KH Abdullah Syifa Akyas), yang umurnya lebih muda darinya.
Ketawadluan beliau tak hanya terlihat dari tindakan, tetapi dari ucapan juga beliau begitu merendah. Hal ini terdengar saat beliau mengawali mauidzah hasanahnya pada puncak acara Haul Almarhumin Sesepuh dan Warga Pondok Buntet Pesantren.
“Haul pada tahun 2017 ini merupakan haul yang lain daripada yang lain, sehingga dihadiri orang yang paling tinggi se-Indonesia. Sing ngaji sing paling ingsor ning ingsor dewek se-Indonesia, rupane wong Purwokerto,” ujar pengasuh Pondok Pesantren Annur, Kedung Banteng, Purwokerto, itu mengawali ceramahnya, Sabtu, (15/4/2017).
Haul Buntet Pesantren, tepatnya dua hari sebelum puncak acara, dihadiri oleh Presiden Joko Widodo. Ia merendahkan dirinya dengan mengatakan, bahwa pengajian itu diisi oleh orang paling rendah serendah-rendahnya.
(Syakirnf)