Tahlil Mbah Din, Masyarakat Indonesia di London Bawa Pulang Berkat
Kang Ghozy Mudjahid (berpeci hitam tampak dari samping) dan Mas Nadim (tengah/cucu Mbah Din) |
Assalamualaikum Wr. Wb.
Hai Adik-adikku semua
Maaf sebelumnya, saya sudah lama sekali, tidak mengirim tulisan atau mengirim berita dari London. Sebabnya sih, saya susah sekali untuk mengetik apa yang ingin saya tulis dan kirimkan. Sama sekali bukan komputer saya yang membikin saya susah, tapi karena ketidakmampuan saya, sebab disabel. Saya hanya bisa mengetik dengan hanya memakai satu jari saja, dan itupun dengan penuh gemetaran.
Masya Allah, Innalillahi wa inna ilaihi roji’un, seperti adik-adik sudah mendengar, Mang Din (KH Nahduddin Royandi Abbas), telah meninggalkan kita semua, kembali ke pangkuan Allah swt., seperti apa yang akan terjadi terhadap kita semua, pada suatu saat.
Bagi saya, Mang Din adalah bapak saya, karena bapak kandung saya sudah wafat sejak saya masih kecil, belum sampai sekolah SD. Ia dibunuh oleh orang-orang yang mengakunya lebih Islam dari orang-orang Buntet Pesantren. Sejak saya muda, di tahun 1969, saya dipanggil Mang Din untuk hidup bersamanya dan membantu kehidupan keluarga Mang Din. Saat itu, ia sudah mempunyai anak laki-laki yang baru berumur satu tahun.
Rupanya tahun 2018 yang baru berjalan 4 bulan ini, menjadi tahun yang sedih sekali bagi saya. Karena, di samping dengan wafatnya bapak saya, Mang Din, orang yang saya anggap kakak saya di London H Yusuf Pasin, asal Palembang, juga wafat di Royal Free Barnet Hospital, seperti Mang Din. K H Machfud Noor yang sudah meninggal kan kita sekitar 4 tahun yang lalu.
Pada tanggal 30 Maret 2018, kawan saya, yang membantu saya sekeluarga waktu saya dirawat dirumah sakit Central Middlesex, dan setelah pulang saya dirumah, Sdr Alan Jewkes, juga meninggalkan kami. Ia merupakan orang Inggris asli, tapi istrinya adalah orang Indonesia asal Padang. Perempuan bernama Surtini yang menjadi istrinya itu bekerja dengan saya di Pertamina. Sebelum menikahi Surtini, Alan Jewkes masuk Islam lebih dulu sehingga ia pun dimakamkan di perkuburan Islam. Alan juga disembahyangin di Masjid Hendon, seperti Mang Din dan Mas Yusuf Pasin.
Rupanya, kesedihan saya itu tidak cukup sebegitu saja. Pada hari Jumat, waktu istri saya sedang bersiap-siap mengadakan tahlilan di rumah, istri saya dapat telephone dari Surtini Jewkes. Ia mengasih tahu, bahwa kawan kami dari Pertamina Sdr. Satmoko Soedirjo, bekas staff ahli kepala perwakilan Pertamina di London, juga meninggal, setelah menderita kanker beberapa hari. Sebelum bekerja di London, Satmoko bekerja di Pertamina pusat di Jakarta. Lalu, saat Bapak Soebroto menjadi sekretaris jendral OPEC, beliau dibawa oleh Bapak Soebroto sebagai sekretarisnya.
Sebetulnya, Mang Din mulai sakit pada bulan November. Kebetulan waktu itu istrinya sedang ke Indonesia, jadi Mang Din minta istri saya untuk mengantarkannya ke dokter dan rumah sakit. Mang Din pertama tinggal di Royal Free Hamstead Hospital, hospital yang terkenal di seluruh dunia dan bercabang dengan Royal Free Barnet Hospital, dimana Mang Din tinggal terakhir.
Pada hari Jumat (27/4/2018), di rumah kami 38 Springfield Mount Kingsbury, masyarakat Islam Indonesia di London, mengadakan tahlilan untuk Mang Din. Kegiatan ini dipimpin oleh kawan kami, KH Hamim Saaf. Ia pernah berkunjung ke Buntet Pesantren. Alhamdulillah banyak sekali yang datang termasuk ibu duta besarnya. Banyak diantaranya yang menyumbang makanan dan minuman, sehingga banyak yang bisa membawa berkat ala London.
Wassalamualaikum wr. wb.
Ghozy Mudjahid