Katib ‘Aam PBNU Ingatkan Santri Belajar dan Ubah Arah Sejarah
KH Yahya Cholil Staquf saat menjadi juru bicara Presiden KH Abdurrahman Wahid mengaku telah banyak belajar dari sosok cucu Pendiri Nahdlatul Ulama Hadlratussyaikh KH Hasyim Asy’ari itu.
“Saya ini apa yang belum saya pelajari? Semuanya sudah. Mulai dari Kapitalisme, Marxisme, hingga Ideologi-ideologi Islam, semua sudah saya pelajari,” kata Gus Dur dalam bahasa Jawa sebagaimana dikutip Gus Yahya saat menjadi pembicara pada Halaqoh Cinta di GOR Mbah Muqoyyim, Buntet Pesantren, Astanajapura, Cirebon, Jawa Barat pada Kamis (4/4).
Namun, sesudah mempelajari itu, lanjut Gus Yahya, Gus Dur telah sampai kepada satu kesimpulan bahwa inti dari semuanya sesuai dengan apa yang telah ia terima dari para kiai.
“Semua hal di dunia ini tergantung kehendak Allah,” kata Gus Yahya menirukan Gus Dur.
Oleh karena itu, anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu berpesan kepada para santri untuk tidak berkecil hati dengan perjalanan sejarah yang hingga kini seolah tidak memberikan dan tidak menampakkan kejayaan terhadap diri atau kelompok.
“Karena itu, kita harus bisa dan siap meninjau ulang arah yang selama ini sudah kita tempuh,” kata Katib ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu.
Gus Yahya juga berpesan kepada para santri agar mampu menentukan masa depannya sendiri. Guna sampai di sana, ia mengingatkan perlu melihat warisan-warisan para pendahulu yang maslahat. “Kalau ada warisan yang maslahat, pakai. Kalau tidak, tinggalkan,” katanya.
Langkah pertamanya, katanya, adalah mempelajari dan memahami sejarah. Sebagai pemilik masa depan, generasi milenial sangat perlu untuk paham terhadap sejarahnya sendiri.
“Kita menjadi seperti ini, bukan tanpa sebab. Tapi adalah satu titik di dalam perjalanan sejarah yang panjang. Maka penting untuk mempelajari sejarah supaya tahu sekarang sedang dalam fase apa, dan tahu ke mana sejarah ini akan menuju,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatut Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.
Fungsi sejarah, menurutnya, agar pemilik masa depan tidak terjebak di dalam kerangka pikiran yang seolah bagus, indah, dan ideal tetapi sebenarnya tidak sesuai dengan arah dan sejarah terkini.
(Aru Elgete/Syakir NF)